Mendung menggantung di
langit-langit kota. Tak lama, hujan turun. Nella menggerutu. Ia baru saja
melangkah keluar dari sebuah SMA. Mukanya mengerut, menandakan sebuah emosi
yang terpendam. Ia menghentikan bus dan segera masuk. Ia duduk terdiam di kursi
depan.
Diabaikan keramaian
terminal, yang ada dalam pikiran Nella saat ini berlari menghindari hujan agar
sampai di halte terdekat dan berteduh disana. Beberapa bus yang melewatinya tak
dihiraukan. Menunggu hujan reda dia kembali melamun, tapi hujan justru turun semakin
deras.
Seakan Tuhan mengirimkan
pertolongannya, Nella melihat beberapa anak kecil bermantel berlarian membawa
payung besar. Nella tak mengerti apa yang dilakukan anak-anak itu, hingga
seorang anak perempuan berambut panjang berjalan ke arahnya.
“Mau nyebrang, Kak?”
anak itu bertanya pada pria di sebelah Nella.
Pria itu tidak menjawab.
“Bagaimana, Kak? Seribu
saja, Kak.” Anak itu tidak menyerah.
Nella mendekatinya.
“Dik, boleh sewa
payungnya? Daripada kecapaian merayu manusia tak bertelinga.” Pria itu tampak
tersinggung. Mereka berdua segera meninggalkan pria itu.
@@@
Maghrib Nella baru
sampai rumah. Tubuhnya basah kuyup. Ia memasuki rumahnya melalui pintu belakang
dan segera menuju kamar mandi. Langkahnya terhenti, sayup-sayup terdengar suara
tangisan. Ia mengendap ke asal suara. Dilihatnya ibu menangis dalam pelukan
ayah.
“Apa kau bertemu Redo,
Nella?”
“Tidak, Bu. Aku pikir
ia sudah pulang.” Nella tak mengerti apa yang terjadi. Ia tahu sesuatu telah
terjadi pada adiknya. Ia termenung teringat kembali perkataan teman Redo. Redo nggak masuk, Mbak.? Kemana dia, sakit.?
Ingin rasanya dia
bicara tapi Ayah lebih dahulu mengisyaratkan agar Nella segera pergi. Tampak
ayahnya tak ingin Nella menambah kecemasan ibunya, ia hanya bisa menurut. Ia
segera mandi.
@@@
Seminggu Redo tidak
pulang. Keluarganya sudah berusaha mencari dengan berbagai cara tapi gagal. Teman-temannya
tidak ada yang tahu. Bahkan polisi tak bisa diandalkan lagi.
Hujan kembali mengguyur
kota. Nella lagi-lagi terjebak di halte. Tapi Nella tak lagi merasa cemas. Kini
ia sering menyewa payung anak itu. Namanya Rene. Ia juga semakin akrab dengan
Rene. Rene menyewakan payung bersama anak-anak yang lain. Ia tinggal dengan
ayah angkatnya yang sakit-sakitan. Ia selalu berkata padaku, “Ayah angkatku Islam,
berbeda denganku, tetapi aku sayang padanya.”.
Hari ini Nella kembali
diseberangkan Rene. Tapi ada yang janggal baginya. Rene tampak melihat jam
tangan Nella terus-menerus.
“Ada apa?” tanya Nella
perlahan.
“Jam tangan Kakak
Bagus!”
“Kau suka?”
Rene hanya tersenyum. Nella
teringat sesuatu segera diambil barang yang dia simpan dalam tasnya. Sebuah jam
tangan bersabuk sutera.
“Ambillah!”
Rene tersenyum, ia
tampak ragu-ragu menerimanya.
“Kak, Ayah bilang,
‘kita harus membalas perbuatan orang lain, karena Tuhan pun mau membalas kita.’
Jadi, kakak mau ke rumahku kan? Sebagai balasannya?”
Nella mengangguk. Rene tampak
senang. Disimpannya jam tangan itu kedalam saku, segera dia gandeng tangan
Nella menyusuri jalan, Nella enggan memakai payung Rene sendiri. Dipayunginya
tubuh mereka. Mereka menyusuri sebuah gang kecil. Beberapa kali Nella melompati
genangan air. Nella terdiam melihat malaikat kecil di sampingnya, yang tetap
berjalan lurus, meski ada genangan air.
Mereka berdiri di depan
gubuk kardus, Rene sudah menghentikan langkahnya.
“Ini rumah kamu?” tanya
Nella tidak percaya.
“Yap!” Rene menjawab
dengan wajah ceria. Nella tak percaya, malaikat kecil yang baik hati hanya
tinggal di ‘istana’ kardus.
“Oh ya, Kak. Sekarang
aku punya kakak baru lho….”
“Kakak baru?” Nella tak
mengerti.
“Namanya kak Redo.”
Nella teringat adiknya,
Redo. Sebuah pikiran terbesit dalam pikirannya.
“Dimana kamu kenal sama
Kak Redo?”
“Ummh….. dia aku
temukan di jalan. Sebenarnya dia korban kecelakaan, tapi…..”
“Apa?!” tubuh Nella
menegang. Ia berlari ke dalam rumah itu. Dalam pikirannya, Redo yang dikatakan
Rene adalah Redo adiknya. Segera ditarik pintu rumah kardus di hadapannya
dan……….
“Haaa!” seorang pria
tua mengagetkannya. Tubuh Nella melemas. Ia tak dapat bergerak. Diurungkan
niatnya masuk ke gubuk tersebut.
“Ninik! Ninik!” teriak
laki-laki itu dari dalam rumah. Di belakangnya seorang anak muda berusaha
menahannya. Dia…..REDO!!
Rene memapah tubuh
Nella masuk ke rumahnya. Rumah itu tampak sempit dan pengap. Di ujung rumah
yang hanya terdiri satu ruang ini, seorang pria tua duduk dalam pasungan. Rene
berjalan mendekati Nella bersama anak muda tadi.
“Kak, ini Kak Redo. Dan
itu Ayahku.”
Pemuda itu mengulurkan
tangannya pada Nella. Nella segera bangkit dan memeluk pemuda itu. Pemuda itu
tampak tak mengerti apapun, Nella semakin sedih.
“Ren, ceritakan pada
ku! Bagaimana kamu tahu namanya! Dia tak ingat apapun.”
“Kak! Kak Redo hilang
ingatan. Aku tahu namanya karena ini.” Rene memperlihatkan padaku sebuah kartu
pelajar. Kartu itu terpotong setengah.
“Tak ada barang lain?.”
@@@
Sebuah mobil berhenti
di depan gang kumuh. Sepasang suami istri berjalan memasuki gang itu. Mereka
berhenti di depan sebuah rumah kardus. Seorang gadis menatap mereka.
Nella memandang kedua
orangtuanya yang berjalan mendekatinya.
“Nell, di mana…..??”
“Ada yang ingin bertemu
Ibu!” Nella memotong kata-kata ibunya dengan ketus. Nella hanya menunjuk pintu
di belakangnya. Pandangan ayah dan ibunya langsung tertuju ke arah yang
ditunjuk Nella.
Dari balik pintu itu,
Rene keluar. Diikuti Redo bersama seorang pria tua yang dipasung. Pria itu
meronta-ronta begitu melihat ibu Nella.
“Ninik! Ninik!” pria
itu merangkak ke arah ibu. Ibu hanya terdiam dan memandang ayah.
Ayah menunduk membisu.
Nella merasa terharu.
Di belakangnya, Rene meronta dalam pelukan Nella.
PLAK!
Sebuah
tamparan mengenai ayah. Muka ibu memerah. Ayah diam, pipi kanannya merah. Ibu
berlari dan memeluk pria tua itu.
“Mas! Kenapa kau tipu
aku?” ibu menangis.
Ayah terdiam.
“Dia masih hidup, Mas!”
“Yah! Siapa dia?”
“Nel, dia.. Ka..
kekmu.”
Nella tak bergeming. Dia
pandangi ayahnya dengan beribu-ribu pertanyaan yang berkecambuk dalam hatinya. Tiba-tiba
ayahnya berlari kencang.
“JAKET HITAM!!!!!!!”
tiba-tiba Rene berteriak.
Dari berbagai arah
muncul puluhan anak-anak. Mereka mengepung ayah Nella. Dia berusaha melawan
tapi akhirnya menyerah. Mereka membawa ayah kepada ibu, ibu tak menoleh
sedikitpun. Semua terdiam dalam pikiran masing-masing. Hingga polisi datang dan
membawa serta ayah Nella.
0 komentar:
Posting Komentar
Budayakan memberi komentar ya guys!