Share Your Hobby!

Rabu, 10 Oktober 2012

Seonggok Taufan

13.03 Posted by SakhaN , No comments

BAB I
Bagian 1

BRUKK! Jona membanting tas sekolahnya ke lantai kamar. Dibenamkannya seluruh mukanya ke bantal yang ada di kamarnya. Sayup-sayup masih terdengar suara orang yang saling bentak di luar kamarnya. Jona sangat benci mereka berdua. Ayah dan Ibunya.
Jona bangkit dari tempat tidurnya. Langkahnya begitu pelan menuju ke kamar mandi kamarnya. Matanya tampak kosong. Seperti tidak bernyawa. Dikuncinya pintu kamar mandi. Tangannya membuka almari gantung di atas wastafel. Meraba-raba sebentar, kemudian tangannya sudah membawa sebuah botol berwarna biru.
***

Bi Tutik benar-benar gelisah. Sedari tadi ia hanya mondar-mandir di dapur. Ia selalu merasa begitu saat bapak dan ibu besarnya bertengkar. Biasanya ia bisa memendam rasa itu dengan melakukan tugas dapurnya. Tapi kali ini, ia benar-benar tak tahan. Dihampirinya suaminya yang sedang bekerja di kebun.
Pak Karman yang sedang merapikan mawar milik Ibu terkejut, saat melihat istrinya berlari ke arahnya. Ia segera menghentikan kegiatannya. Sambil menghapus peluh, ditunggunya istrinya hingga sampai ke tempatnya.
“Ada apa tho, Bu? Kok pake lari-lari segala.” Pak Karman berusaha tersenyum. Tetapi Bi Tutik tetap menampakkan wajak muramnya.
“Perasaanku nggak enak, Pak.”
“Sakit?” kini Pak Karman ikut menampakkan wajah cemasnya. Diletakkannya telapak tangan kanannya ke kening istrinya. Normal. Tidak panas.
“Enggak, Pak.”
“Terus, kenapa?”
“Enggak tahu, Pak. Tadi pas bapak bertengkar sama Ibu, tiba-tiba tubuh Tutik merinding sendiri.”
“Ya sudah lah. Kalo kamu nggak sakit ya nggak apa-apa. Mungkin cuma perasaan. Eh sudah siang, lho. Kamu sudah siapin makan siang buat Den Jona?”
Bi Tutki menepuk keningnya, “ah, aku lupa, Pak.” Tanpa menunggu, Bi Tutik segera berlari menuju ke dapur. Ia benar-benar merasa bersalah pada tuan mudanya.
***
Bi Tutik memandangi nasi goreng yang sudah setengah jam yang lalu terhidang. Ia mulai bosan. Biasanya, saat ayah dan ibu Jona bertengkar, ia disuruh menemani makan siang di dapur. Tapi sekarang, sudah setengah jam berlalu. Bi Tutik teringat saat-saat pertama kali ia bekerja di rumah keluarga Pak Hartanto. Dulu sekali, setelah pernikahan mereka. Pak Hartanto dan Bu Lestari menerimanya sebagai pembantu rumah tangga. Sebenarnya, orang tua Bi Tutik dulu adalah pembantu dan satpam orang tua Bu Lestari. Tapi setelah Bu Lestari menikah, Bi Tutik menawarkan diri menjadi pembantu rumah tangga.
Setelah dua tiga tahun pernikahan, Bu Lestari dikaruniai seorang anak laki-laki. Saat itu Pak Hartanto sedang dinas di luar kota. Sebagai gantinya, Bi Tutiklah yang mengurusi semua keperluan. Setelah tiga bulan, keluarga Pak Hartanto mempekerjakan seorang tukang kebun. Lalu, Bu Lestari menawarkannya untuk menjadi suami Bi Tutik. Bu Lestari pula yang menanggung biaya pernikahan. Saat itu rasanya saat-saat terindah bagi Bi Tutik.
“Hayyo! Ngelamun aja”
Bi Tutik terkejut. Wajahnya memerah. Seakan-akan malu lamunannya diketahui suaminya. Ia kembali teringat dengan Jona.
“Lho, belum makan, Den Jona?”
Bi Tutik menggeleng.
“Kok nggak dipanggil?”
“Iya, ini Tutik juga mau manggil, Pak.”
Bi Tutik berjalan ke arah tangga. Kemudian berjalan cepat ke arah kamar Jona. Diketoknya pintu kamar beberapa kali. Sepi. Diulanginya lagi. Tetap tidak ada jawaban. Bi Tutik lekas turun lagi ke dapur. Di sana masih ada Pak Karman yang sedang menyeruput kopi buatannya.
“Mana, Bu?”
“Nggak dijawab. Udah Tutik ketok-ketok tetep nggak ada jawaban.”
“Udah, biar Bapak yang panggil.”
Pak Karman meletakkan kopinya, kemudian menuju kamar Jona. Benar saja. Sudah berkali-kali Pak Karman panggil, Jona tetap tidak menjawab. Bahkan sampai dipukul-pukulnya pintu kayu itu. Bi Tutik ikut menghampiri suaminya.
“Jangan keras-keras, Pak.”
“Nggak apa-apa, Bu. Bapak sama Ibu lagi pergi. Daripada anaknya kelaparan. Bi Tutik memutar hendel pintu. KLIK! Terbuka. Mereka berdua berpandangan sejenak. Dari dalam tercium bau wangi pembersih kamar mandi.
Tanpa komando, Pak Karman masuk kedalam kamar. Lupa sudah sopan-santun memasuki kamar. Dalam pikirannya muncul dugaan-dugaan buruk. Bi Tutik mengikuti dari belakang. Langkah mereka otomatis menuju kamar mandi yang tersembunyi pembatas kayu. Jantung mereka berdetak keras. Semakin mendekat, semakin jelas suara air kran yang masih mengalir ke dalam bak.
Langkah mereka berhenti mendadak di depan kamar mandi. Bi Tutik tak tahan melihat apa yang ada di depannya. Tangannya meremas lengan suaminya, kemudian berteriak “KYYAAAAAA!!”
***

Nantikan edisi selanjutnya minggu depan.!

0 komentar:

Posting Komentar

Budayakan memberi komentar ya guys!